Tiga Platform Ini Patut Dipertimbangkan Perbankan untuk Digitalisasi Layanan

Merdeka.com – Era digital menuntut perusahaan perbankan di Tanah Air berlomba-lomba melakukan digitalisasi layanan memanfaatkan teknologi komputasi awan (cloud computing). Sayangnya, penerapannya masih terkendala kompleksitas, operasional yang terpisah-pisah (silo), dan biaya mahal.

Karena itu, dibutuhkan solusi yang memungkinkan teknologi cloud mampu berjalan dengan baik di sistem perbankan yang ada. Caranya, mengubah aplikasi yang sebelumnya bersistem monolitik ke aplikasi cloud-ready. Untuk itu, langkah awal yang harus dilakukan adalah mempersiapkan infrastruktur yang lebih cloud-ready, sebelum menyiapkan aplikasinya.

Yohan Gunawan, Director Hybrid Infrastructure Services Business PT Multipolar Technology Tbk, menyatakan banyak infrastruktur dan platform yang memudahkan penerapan aplikasi cloud-ready di perbankan. Antara lain, Red Hat OpenShift, Nutanix Private Cloud, dan Google Cloud.

Red Hat OpenShift merupakan platform kontainer konsisten (consistent container platform) yang memudahkan pengelolaan dan modernisasi aplikasi yang ada dan menghadirkan aplikasi baru.

“Ibarat mesin mobil, platform kontainer aplikasi Red Hat OpenShift dapat berjalan di infrastruktur cloud apa pun,” kata Yohan di seminar bertema “Cloud-Ready Banking” di Jakarta, Selasa (14/6).

Menurutnya, platform kontainer aplikasi Red Hat OpenShift memungkinkan perbankan menjalankan aplikasi di infrastruktur pilihan yang dirasa paling tepat, baik itu on-premise, public cloud, private cloud, maupun hybrid cloud, tanpa harus memodifikasi aplikasi lebih dulu. Dalam deployment-nya pun tidak membutuhkan downtime. Alhasil, perbankan dapat terus berinovasi dan go-to-market lebih cepat tanpa mengganggu layanan pelanggan.

Jika platform kontainer aplikasi Red Hat OpenShift seperti mobil, maka Nutanix Private Cloud dan Google Cloud adalah infrastruktur jalannya. Meski sama-sama menjadi infrastruktur bagi platform kontainer aplikasi, antara Nutanix Private Cloud dan Google Cloud memiliki karakteristik berbeda, yang dapat dipilih sesuai kebutuhan perusahaan perbankan atas fungsi aplikasinya.

Nutanix Private Cloud mirip seperti infrastruktur jalan di perumahan yang bersifat privat atau terbatas, hanya untuk mobil penghuni yang diizinkan lewat. Dengan begitu, pergerakannya menjadi lebih bebas plus kebijakan dan kontrol sepenuhnya di sisi pengguna. Karena hanya platform kontainer aplikasi milik perusahaan perbankan tertentu yang bisa berjalan di 1-2 jalur infrastruktur tersebut.

Sementara Google Cloud, kata Fiertra Cahya, Cloud Technology Manager Multipolar Technology, diumpamakan seperti infrastruktur jalan tol, yang mana semua mobil diperbolehkan lewat asal membayar sesuai tujuan dan jarak.

Artinya, infrastruktur milik Google itu bisa menampung banyak dan beragam platform kontainer aplikasi perbankan melalui 6-8 lajur jalan bebas hambatan, sehingga mampu melayani lebih banyak dan mempercepat waktu perjalanan. Karena bersifat lebih terbuka, biayanya pun lebih murah. Bahkan tanpa investasi awal.

Menurut Fiertra, proses setup platform kontainer aplikasi pada Google Cloud juga cukup cepat, sekitar lima menit.

“Dari sudut pandang keamanan siber, tidak perlu diragukan lagi, karena dijamin sertifikasi dan kepatuhan tingkat dunia yang lengkap, didukung tools terbaik dan ribuan teknisi sekuriti andal selama 24/7. Saya rasa tertinggi di dunia dan pasti memenuhi kebutuhan perbankan,” ujarnya.

Untuk diketahui bahwa perlunya penggunaan infrastruktur dan platform kontainer aplikasi demi mengimplementasi aplikasi cloud-ready oleh perbankan di Indonesia direspons Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Upaya itu masuk dalam Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan, yang diluncurkan regulator tersebut pada akhir Oktober lalu.

Multipolar Technology Tawarkan 3 Platform untuk Cloud-Ready Banking

Digitalisasi layanan perbankan dengan memanfaatkan teknologi cloud sudah dilakukan oleh banyak pelaku bisnis perbankan di Indonesia. Namun umumnya ada kendala-kendala yang harus mereka hadapi, seperti kompleksitas, operasional yang terpisah-pisah, dan biaya yang mahal. Ini solusi dari Multipolar Technology.

Untuk menjawab tantangan tersebut, perusahaan perlu melakukan perubahan aplikasi yang sebelumnya berarsitektur monolitik menjadi cloud-ready. PT Multipolar Technology Tbk. (Multipolar Technology) menyarankan perusahaan untuk menyiapkan infrastruktur yang lebih cloud-readly sebelum menyiapkan aplikasinya.

Menurut Yohan Gunawan, Director Hybrid Infrastructure Services Business, PT Multipolar Technology Tbk., ada banyak infrastruktur dan platform yang memudahkan penerapan aplikasi cloud-ready di perbankan, di antaranya Red Hat OpenShiftNutanix Private Cloud, dan Google Cloud.

Platform container, Red Hat OpenShift dirancang untuk memudahkan pengelolaan dan modernisasi aplikasi yang ada serta menghadirkan aplikasi baru. “Ibarat mesin mobil, platform kontainer aplikasi Red Hat OpenShift dapat berjalan di infrastruktur cloud apa pun,” ujar Yohan dalam sebuah seminar bertema Cloud-Ready Banking di Fairmont Hotel, Jakarta, Selasa (14/6).

Yohan menambahkan, platform container aplikasi Red Hat OpenShift memungkinkan perusahaan perbankan menjalankan aplikasi di infrastruktur pilihan yang dirasa paling tepat, entah itu on-premise, public cloud, private cloud, atau pun hybrid cloud, tanpa harus memodifikasi aplikasinya terlebih dahulu. Menurutnya lagi, deployment pun tidak membutuhkan downtime sehingga perusahaan perbankan dapat terus berinovasi dan go-to-market lebih cepat tanpa mengganggu layanan pelanggan.

Jika platform kontainer aplikasi Red Hat OpenShift seperti mobil, Nutanix Private Cloud dan Google Cloud diibaratkan infrastruktur jalannya. Meski sama-sama menjadi infrastruktur bagi platform container aplikasi, antara Nutanix Private Cloud dan Google Cloud memiliki karakteristik yang berbeda, yang dapat dipilih sesuai kebutuhan perusahaan perbankan atas fungsi aplikasinya.

Yohan memparkan, Nutanix Private Cloud mirip seperti infrastruktur jalan di kompleks perumahan yang sifatnya privat atau terbatas hanya untuk mobil penghuni saja yang diizinkan lewat. Dengan begitu, pergerakannya menjadi lebih bebas disertai kebijakan dan kontrol sepenuhnya di sisi pengguna karena hanya platform kontainer aplikasi milik perusahaan perbankan tertentu yang bisa berjalan di 1-2 dua jalur infrastruktur tersebut.

Sementara Google Cloud, menurut Fiertra Cahya, Cloud Technology Manager Multipolar Technology, diumpamakan seperti infrastruktur jalan tol yang semua mobil diperbolehkan lewat, tiket yang dibayar sesuai tujuan dan jarak. Artinya, infrastruktur milik Google itu bisa menampung banyak dan beragam platform kontainer aplikasi perbankan melalui 6-8 lajur jalan bebas hambatan, sehingga mampu melayani lebih banyak dan mempercepat waktu perjalanan. Karena lebih terbuka terhadap jenis kendaraan dan digunakan bersama, biaya yang ditawarkan menjadi lebih murah, bahkan tanpa investasi awal.

Fiertra mengatakan proses setup platform kontainer aplikasi pada Google Cloud juga cukup cepat, bisa kurang dari lima menit. “Dari sudut pandang keamanan siber tidak perlu diragukan lagi, karena telah dijamin sertifikasi dan kepatuhan tingkat dunia yang lengkap, didukung tools terbaik dan ribuan teknisi sekuriti andal selama 24×7, saya rasa tertinggi di dunia dan pasti sudah memenuhi kebutuhan perbankan,” ujarnya

Multipolar Technology menyampaikan perlunya penggunaan infrastruktur dan platform kontainer aplikasi demi mengimplementasi aplikasi cloud-ready oleh perusahaan-perusahaan perbankan di Indonesia telah direspons Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Upaya itu sudah masuk dalam Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan sebagai arah dan acuan percepatan transformasi digital perbankan yang diluncurkan regulator tersebut pada akhir Oktober lalu.

Jalankan Aplikasi Cloud-Ready, Ini 3 Platform untuk Industri Perbankan

Di era digital yang serba canggih seperti sekarang ini, perusahaan-perusahaan perbankan di Tanah Air sebenarnya telah berlomba mendigitalisasi layanannya dengan memanfaatkan teknologi komputasi awan (cloud computing). Namun, penerapannya masih terkendala kompleksitas, operasional yang terpisah-pisah (silo), dan biaya yang mahal.

Karena itu, dibutuhkan solusi yang memungkinkan teknologi cloud mampu berjalan dengan baik di sistem perbankan yang ada. Caranya dengan mengubah aplikasi yang sebelumnya bersistem monolitik ke aplikasi cloud-ready. Langkah awal yang harus dilakukan perbankan untuk itu adalah dengan mempersiapkan infrastruktur yang lebih cloud-ready sebelum menyiapkan aplikasinya.

Yohan Gunawan, Director Hybrid Infrastructure Services Business PT Multipolar Technology Tbk (MLPT), anak perusahaan PT Multipolar Tbk ( MLPL) yang berperan sebagai mitra dalam mendukung pengembangan teknologi digital di berbagai sektor, menyebut ada banyak infrastruktur dan platform yang memudahkan penerapan aplikasi cloud-ready di perbankan. Tiga di antaranya Red Hat OpenShift, Nutanix Private Cloud, dan Google Cloud.

Red Hat OpenShift merupakan platform kontainer konsisten yang memudahkan pengelolaan dan modernisasi aplikasi yang ada serta menghadirkan aplikasi baru. “Ibarat mesin mobil, platform kontainer aplikasi Red Hat OpenShift dapat berjalan di infrastruktur cloud apa pun,” ungkapnya dalam sebuah seminar bertema Cloud-Ready Banking di Fairmont Hotel, Jakarta (14/6/2022).

Platform kontainer aplikasi Red Hat OpenShift memungkinkan perusahaan perbankan menjalankan aplikasi di infrastruktur pilihan yang dirasa paling tepat, entah itu on-premise, public cloud, private cloud, atau pun hybrid cloud, tanpa harus memodifikasi aplikasinya terlebih dahulu. Dalam deployment-nya pun tidak membutuhkan downtime sehingga perusahaan perbankan dapat terus berinovasi dan go-to-market lebih cepat tanpa mengganggu layanan pelanggan.

Jika platform kontainer aplikasi Red Hat OpenShift seperti mobil, Nutanix Private Cloud dan Google Cloud diibaratkan infrastruktur jalannya. Meski sama-sama menjadi infrastruktur bagi platform kontainer aplikasi, antara Nutanix Private Cloud dan Google Cloud memiliki karakteristik yang berbeda, yang dapat dipilih sesuai kebutuhan perusahaan perbankan atas fungsi aplikasinya.

Nutanix Private Cloud mirip seperti infrastruktur jalan di kompleks perumahan yang sifatnya privat atau terbatas hanya untuk mobil penghuni saja yang diizinkan lewat. Dengan begitu, pergerakannya menjadi lebih bebas disertai kebijakan dan kontrol sepenuhnya di sisi pengguna karena hanya platform kontainer aplikasi milik perusahaan perbankan tertentu yang bisa berjalan di 1-2 dua jalur infrastruktur tersebut.

Sementara Google Cloud, menurut Fiertra Cahya, Cloud Technology Manager Multipolar Technology, diumpamakan seperti infrastruktur jalan tol yang semua mobil diperbolehkan lewat, tiket yang dibayar sesuai tujuan dan jarak. Artinya, infrastruktur milik Google itu bisa menampung banyak dan beragam platform kontainer aplikasi perbankan melalui 6-8 lajur jalan bebas hambatan, sehingga mampu melayani lebih banyak dan mempercepat waktu perjalanan. Karena lebih terbuka terhadap jenis kendaraan dan digunakan bersama, biaya yang ditawarkan menjadi lebih murah, bahkan tanpa investasi awal.

Fiertra mengatakan proses setup platform kontainer aplikasi pada Google Cloud juga cukup cepat, bisa kurang dari lima menit. “Dari sudut pandang keamanan siber tidak perlu diragukan lagi, karena telah dijamin sertifikasi dan kepatuhan tingkat dunia yang lengkap, didukung tools terbaik dan ribuan teknisi sekuriti andal selama 24×7, saya rasa tertinggi di dunia dan pasti sudah memenuhi kebutuhan perbankan”, ujarnya.

Untuk diketahui bahwa perlunya penggunaan infrastruktur dan platform kontainer aplikasi demi mengimplementasi aplikasi cloud-ready oleh perusahaan-perusahaan perbankan di Indonesia telah direspons Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Upaya itu sudah masuk dalam Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan sebagai arah dan acuan percepatan transformasi digital perbankan yang diluncurkan regulator tersebut pada akhir Oktober lalu.

Multipolar Technology memiliki kompetensi dan pengalaman di area Hybrid Infrastructure Platforms & Services, Hybrid Integration Platforms & Services, Business Solution Platforms & Services, Digital Insights, Customer Experience Platforms & Services, Strategy & Planning, serta Security Platforms & Services Platform, termasuk IT Managed Services melalui PT Visionet Data Internasional (VDI).

Swa.co.id

3 Platform Ini Permudah Penerapan Cloud-Ready di Perbankan

Jakarta, Beritasatu.com – Di era digital seperti sekarang ini, perusahaan perbankan di Indonesia berlomba-lomba mendigitalisasi layanan dengan memanfaatkan teknologi komputasi awan atau cloud computing.

Sayangnya, penerapannya masih terkendala kompleksitas, operasional yang terpisah-pisah, dan biaya yang mahal. Karena itu, dibutuhkan solusi yang memungkinkan teknologi cloud mampu berjalan dengan baik di sistem perbankan yang ada.

Caranya, dengan mengubah aplikasi yang sebelumnya bersistem monolitik ke aplikasi cloud-ready. Langkah awal yang harus dilakukan perbankan adalah dengan mempersiapkan infrastruktur yang lebih cloud-ready sebelum menyiapkan aplikasinya.

Yohan Gunawan, Director Hybrid Infrastructure Services Business PT Multipolar Technology Tbk, anak perusahaan PT Multipolar Tbk menyebut ada banyak infrastruktur dan platform yang memudahkan penerapan aplikasi cloud-ready di perbankan. Tiga di antaranya, yaitu red hat OpenShift, nutanix private cloud, dan Google cloud.

“Red hat OpenShift merupakan platform kontainer konsisten yang memudahkan pengelolaan dan modernisasi aplikasi yang ada serta menghadirkan aplikasi baru. Ibarat mesin mobil, platform kontainer aplikasi red hat OpenShift dapat berjalan di infrastruktur cloud apapun,” ungkap Yohan dalam seminar bertema Cloud-Ready Banking di Fairmont Hotel, Jakarta, Selasa (14/6/2022).

Yohan menjelaskan, platform kontainer aplikasi red hat OpenShift memungkinkan perusahaan perbankan menjalankan aplikasi di infrastruktur pilihan yang dirasa paling tepat, entah itu on-premise, public cloud, private cloud, atau pun hybrid cloud, tanpa harus memodifikasi aplikasinya terlebih dahulu.

Selain itu, dalam deployment-nya pun tidak membutuhkan downtime sehingga perusahaan perbankan dapat terus berinovasi dan go-to-market lebih cepat tanpa mengganggu layanan pelanggan.

Jika platform kontainer aplikasi red hat OpenShift seperti mobil, nutanix private cloud dan Google cloud diibaratkan infrastruktur jalannya.

Meski sama-sama menjadi infrastruktur bagi platform kontainer aplikasi, antara nutanix private cloud dan Google cloud memiliki karakteristik yang berbeda, yang dapat dipilih sesuai kebutuhan perusahaan perbankan atas fungsi aplikasinya.

“Nutanix Private Cloud mirip seperti infrastruktur jalan di kompleks perumahan yang sifatnya private atau terbatas hanya untuk mobil penghuni saja yang diizinkan lewat. Dengan begitu, pergerakannya menjadi lebih bebas disertai kebijakan dan kontrol sepenuhnya di sisi pengguna karena hanya platform kontainer aplikasi milik perusahaan perbankan tertentu yang bisa berjalan di 1-2 dua jalur infrastruktur tersebut,” jelasnya.

Sementara Google cloud, menurut Cloud Technology Manager Multipolar Technology Fiertra Cahya, diumpamakan seperti infrastruktur jalan tol yang semua mobil diperbolehkan lewat, tiket yang dibayar sesuai tujuan dan jarak.

Artinya, infrastruktur milik Google itu bisa menampung banyak dan beragam platform kontainer aplikasi perbankan melalui 6-8 lajur jalan bebas hambatan, sehingga mampu melayani lebih banyak dan mempercepat waktu perjalanan.

Karena lebih terbuka terhadap jenis kendaraan dan digunakan bersama, biaya yang ditawarkan menjadi lebih murah, bahkan tanpa investasi awal.

Fiertra mengatakan proses setup platform kontainer aplikasi pada Google cloud juga cukup cepat, bisa kurang dari lima menit.

“Dari sudut pandang keamanan siber tidak perlu diragukan lagi, karena telah dijamin sertifikasi dan kepatuhan tingkat dunia yang lengkap, didukung tools terbaik dan ribuan teknisi sekuriti andal selama 24×7, saya rasa tertinggi di dunia dan pasti sudah memenuhi kebutuhan perbankan,” ujarnya.

Perbankah Masih Hadapi Kendala Terapkan Teknologi Komputasi Awan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA –  Perusahaan perbankan di Tanah Air kini berlomba-lomba mendigitalisasi layanannya dengan memanfaatkan teknologi komputasi awan (cloud computing). Namun penerapannya masih terkendala kompleksitas, operasional yang terpisah-pisah (silo), dan biaya yang mahal.

Yohan Gunawan, Director Hybrid Infrastructure Services Business PT Multipolar Technology Tbk mengatakan, untuk mengatasi masalah ini dibutuhkan solusi yang memungkinkan teknologi cloud mampu berjalan dengan baik di sistem perbankan yang ada.

“Caranya dengan mengubah aplikasi yang sebelumnya bersistem monolitik ke aplikasi cloud-ready.

Langkah awal yang harus dilakukan perbankan untuk itu adalah dengan mempersiapkan infrastruktur yang lebih cloud-ready sebelum menyiapkan aplikasinya,” kata Yohan Gunawan dalam keterangannya, Selasa (14/6/2022).

Anak perusahaan PT Multipolar Tbk yang berperan sebagai mitra dalam mendukung pengembangan teknologi digital di berbagai sektor, menyebut ada banyak infrastruktur dan platform yang memudahkan penerapan aplikasi cloud-ready di perbankan.

Tiga di antaranya, yaitu Red Hat OpenShift, Nutanix Private Cloud, dan Google Cloud.

Red Hat OpenShift  memungkinkan perusahaan perbankan menjalankan aplikasi di infrastruktur pilihan yang dirasa paling tepat, entah itu on-premise, public cloud, private cloud, atau pun hybrid cloud, tanpa harus memodifikasi aplikasinya terlebih dahulu.

Dalam deployment-nya pun tidak membutuhkan downtime sehingga perusahaan perbankan dapat terus berinovasi dan go-to-market lebih cepat tanpa mengganggu layanan pelanggan.

Jika platform kontainer aplikasi Red Hat OpenShift seperti mobil, Nutanix Private Cloud dan Google Cloud diibaratkan infrastruktur jalannya.

“Meski sama-sama menjadi infrastruktur bagi platform kontainer aplikasi, antara Nutanix Private Cloud dan Google Cloud memiliki karakteristik yang berbeda—yang dapat dipilih sesuai kebutuhan perusahaan perbankan atas fungsi aplikasinya,” katanya.

Penggunaan infrastruktur dan platform kontainer aplikasi demi mengimplementasi aplikasi cloud-ready oleh perusahaan-perusahaan perbankan di Indonesia telah direspons Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Upaya itu sudah masuk dalam Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan sebagai arah dan acuan percepatan transformasi digital perbankan yang diluncurkan regulator tersebut pada akhir Oktober lalu.

Jalankan Aplikasi Cloud-Ready, Ini 3 Platform Terkemuka yang Layak Dipertimbangkan Perbankan

INDUSTRY.co.id, Jakarta– Di era digital yang serba-canggih seperti sekarang ini, perusahaan-perusahaan perbankan di Tanah Air sebenarnya telah berlomba-lomba mendigitalisasi layanannya dengan memanfaatkan teknologi komputasi awan (cloud computing). Sayangnya, penerapannya masih terkendala kompleksitas, operasional yang terpisah-pisah (silo), dan biaya yang mahal.

Karena itu, dibutuhkan solusi yang memungkinkan teknologi cloud mampu berjalan dengan baik di sistem perbankan yang ada. Caranya dengan mengubah aplikasi yang sebelumnya bersistem monolitik ke aplikasi cloud-ready. Langkah awal yang harus dilakukan perbankan untuk itu adalah dengan mempersiapkan infrastruktur yang lebih cloud-ready sebelum menyiapkan aplikasinya.

Yohan Gunawan, Director Hybrid Infrastructure Services Business PT Multipolar Technology Tbk (IDX: MLPT), anak perusahaan PT Multipolar Tbk (IDX: MLPL) yang berperan sebagai mitra dalam mendukung pengembangan teknologi digital di berbagai sektor, menyebut ada banyak infrastruktur dan platform yang memudahkan penerapan aplikasi cloud-ready di perbankan. Tiga di antaranya, yaitu Red Hat OpenShift, Nutanix Private Cloud, dan Google Cloud.

Red Hat OpenShift merupakan platform kontainer konsisten [consistent container platform] yang memudahkan pengelolaan dan modernisasi aplikasi yang ada serta menghadirkan aplikasi baru. “Ibarat mesin mobil, platform kontainer aplikasi Red Hat OpenShift dapat berjalan di infrastruktur cloud apa pun,” ungkapnya dalam sebuah seminar bertema Cloud-Ready Banking di Fairmont Hotel, Jakarta, Selasa (14/6).

Platform kontainer aplikasi Red Hat OpenShift memungkinkan perusahaan perbankan menjalankan aplikasi di infrastruktur pilihan yang dirasa paling tepat, entah itu on-premise, public cloud, private cloud, atau pun hybrid cloud, tanpa harus memodifikasi aplikasinya terlebih dahulu. Dalam deployment-nya pun tidak membutuhkan downtime sehingga perusahaan perbankan dapat terus berinovasi dan go-to-market lebih cepat tanpa mengganggu layanan pelanggan.

Jika platform kontainer aplikasi Red Hat OpenShift seperti mobil, Nutanix Private Cloud dan Google Cloud diibaratkan infrastruktur jalannya. Meski sama-sama menjadi infrastruktur bagi platform kontainer aplikasi, antara Nutanix Private Cloud dan Google Cloud memiliki karakteristik yang berbeda—yang dapat dipilih sesuai kebutuhan perusahaan perbankan atas fungsi aplikasinya.

Nutanix Private Cloud mirip seperti infrastruktur jalan di kompleks perumahan yang sifatnya privat atau terbatas hanya untuk mobil penghuni saja yang diizinkan lewat. Dengan begitu, pergerakannya menjadi lebih bebas disertai kebijakan dan kontrol sepenuhnya di sisi pengguna karena hanya platform kontainer aplikasi milik perusahaan perbankan tertentu yang bisa berjalan di 1-2 dua jalur infrastruktur tersebut.

Sementara Google Cloud, menurut Fiertra Cahya, Cloud Technology Manager Multipolar Technology, diumpamakan seperti infrastruktur jalan tol yang semua mobil diperbolehkan lewat, tiket yang dibayar sesuai tujuan dan jarak. Artinya, infrastruktur milik Google itu bisa menampung banyak dan beragam platform kontainer aplikasi perbankan melalui 6-8 lajur jalan bebas hambatan, sehingga mampu melayani lebih banyak dan mempercepat waktu perjalanan. Karena lebih terbuka terhadap jenis kendaraan dan digunakan bersama, biaya yang ditawarkan menjadi lebih murah, bahkan tanpa investasi awal.

Fiertra mengatakan proses setup platform kontainer aplikasi pada Google Cloud juga cukup cepat, bisa kurang dari lima menit. “Dari sudut pandang keamanan siber tidak perlu diragukan lagi, karena telah dijamin sertifikasi dan kepatuhan tingkat dunia yang lengkap, didukung tools terbaik dan ribuan teknisi sekuriti andal selama 24×7, saya rasa tertinggi di dunia dan pasti sudah memenuhi kebutuhan perbankan”, ujarnya.

Untuk diketahui bahwa perlunya penggunaan infrastruktur dan platform kontainer aplikasi demi mengimplementasi aplikasi cloud-ready oleh perusahaan-perusahaan perbankan di Indonesia telah direspons Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Upaya itu sudah masuk dalam Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan sebagai arah dan acuan percepatan transformasi digital perbankan yang diluncurkan regulator tersebut pada akhir Oktober lalu.

PT Multipolar Technology Tbk Information Security Management Commitment

 

 

 

 

Starting on January 2022, PT Multipolar Technology Tbk (‘MLPT’) is committed in implementing Information Security Management System (ISMS) by protecting information security from threats against confidentiality, integrity, and availability in a sustainable manner with the involvement of all Management and Employees.

 

 

 

The ISMS being implemented is based on the controls in ISO/IEC 27001:2013, as follows:

  • Annex 5   Information Security Policies
  • Annex 6   Organization of Information Security
  • Annex 7   Human Resource Security
  • Annex 8   Asset Management
  • Annex 9   Access Control
  • Annex 10   Cryptography
  • Annex 11   Physical and Environmental Security
  • Annex 12   Operations Security
  • Annex 13   Communications Security
  • Annex 14   System Acquisition, Development and Maintenance
  • Annex 15   Supplier Relationships
  • Annex 16   Information Security Incident Management
  • Annex 17   Information Security Aspects of Business Continuity Management
  • Annex 18   Compliance

Currently, MLPT is in the process of ISO 27001:2013 certification as the follow-on of our commitment stated above.

Memitigasi Serangan Siber Di Tengah Cepatnya Transformasi Perbankan

Jakarta – Di tengah proyeksi kenaikan ekonomi dan keuangan digital, ancaman keamanan siber berpotensi menimbulkan risiko besar bagi bisnis perbankan digital di beberapa tahun mendatang. Berdasarkan data International Monetary Fund (IMF) tahun 2020, estimasi total kerugian rata-rata tahunan yang dialami sektor jasa keuangan secara global yang disebabkan oleh serangan siber yaitu senilai USD100 miliar atau lebih dari Rp1.433 triliun.

Berkembangnya digitalisasi pada sektor keuangan bagaikan pedang bermata dua. Selain mempermudah transaksi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai, bahwa digitalisasi juga meningkatkan probabilitas serangan siber hingga 86,70%. Deputi Direktur Basel & Perbankan Internasional, Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK, Tony mengungkapkan, angka ini menjadi yang tertinggi di antara sektor lainnya.

Dirinya menjabarkan, serangan siber yang terjadi pada top 10 industri di 2021, 22,4% nya terjadi di sektor keuangan. Jika dirinci, ada 70% serangan yang ditujukan kepada perbankan, 16% perusahaan asuransi, dan 14% sektor keuangan lainnya.

“Probabilitas serangan siber di sektor keuangan ke depan diprediksi bisa mencapai 86,7% dan memang diprediksi akan successful apabila bank-bank tidak siap untuk melakukan mitigasi kepada keamanan siber,” ujar Tony dalam seminar Infobank bekerja sama dengan Multipolar Technology dengan tema ‘Mengukur Percepatan Transformasi Digital Perbankan: Bagaimana Strategi Mitigasi dan Kesiapan Bank Menghadapi Cybercrime’ Selasa, 17 Mei 2022.

Dalam penguatan regulasi digitalisasi perbankan, OJK menyadari bahwa terdapat disparitas atau perbedaan dalam ekosistem sektor keuangan Indonesia yang beragam. Untuk itu, regulator saat ini lebih menerapkan kebijakan-kebijakan prinsip atau principle based dibandingkan dengan mengatur teknis operasional sektor keuangan. Dengan begitu, lanjut Tony, industri keuangan bisa lebih bebas dalam melakukan inovasi selama mematuhi prinsip dasar yang berlaku.

Regulasi principle based tersebut, tambah Tony, salah satunya tertuang dalam Blueprint Transformasi Digital Perbankan yang diterbitkan oleh OJK sebagai arah dan acuan dalam upaya mempercepat transformasi digital pada industri perbankan nasional agar lebih memiliki daya tahan (resilience), berdaya saing, dan kontributif.

Cetak Biru ini merupakan gambaran yang lebih konkret atas berbagai inisiatif dan komitmen OJK dalam mendorong akselerasi transformasi digital pada perbankan. Aturan ini mencakup lima pilar utama dalam digitalisasi, yaitu data, teknologi, manajemen risiko, kolaborasi, dan tatanan institusi. “Aturan ini pada akhirnya akan kembali ke customer. Bagaimana bank bisa menjaga keyakinan masyarakat terhadap sistem keuangan nasional,” ucap Tony.

Mengantisipasi Serangan Siber

Semakin meningkatnya penggunaan digital pada sebuah perusahaan, maka semakin tinggi juga risiko serangan siber yang dihadapi. Dalam hal ini, Multipolar Technology pun mengingatkan agar setiap perusahaan terutama sektor keuangan dapat mewaspadai ancaman serangan siber yang bersumber dari internal di samping dari serangan eksternal. Serangan internal ini seringkali tidak disadari dan memerlukan waktu lama untuk menanganinya.

Section Head Multipolar Technology, Ignasius Oky Yoewono mengatakan, timbulnya serangan internal, salah satunya juga dipicu akses-akses karyawan yang membuka pintu bagi oknum untuk masuk ke sistem penting. “Kita perlu mengelola karyawan baik yang masih bekerja maupun yang sudah selesai bekerja dengan perusahaan terkait dengan account dan akses terhadap sistem-sistem kritikal yang ada di perusahaan. Seringkali, kita lupa menghapus kredensial atau akses privilege yang mereka punya,” paparnya.

Lebih jauh, ia menceritakan, ada salah satu kasus serangan siber pada rantai pasok perusahaan yang baru diketahui enam sampai sembilan bulan setelahnya. Serangan siber tersebut bisa terjadi karena terdapat celah pada software yang digunakan perusahaan sehingga oknum bisa memanfaatkannya. Untuk meminimalisir hal ini, Multipolar Technology menawarkan pendekatan baru dalam deteksi keamanan siber, yaitu dengan pemanfaatan solusi IBM Security.

Oky mengungkapkan, IBM Security bisa memangkas deteksi dan penyelesaian anomali siber dari beberapa hari atau minggu menjadi hitungan menit atau jam saja. Hal ini karena IBM Security memanfaatkan Artificial Intelligence (AI) dalam deteksi anomali siber yang ada.

“Analisa akan dilakukan otomatis oleh AI. Tim nantinya akan diberikan sugesti oleh AI tersebut terkait remediasi yang perlu dilakukan, sehingga akan mempercepat waktu penyelidikan insiden. Tim SOC (Security Operations Center) bisa melakukan remediasi dan memperbaiki sistem secepatnya tanpa melibatkan banyak pihak,” tukas dia.

Modus Cyber Threats dan Cara Mengatasinya

Tren teknologi digital saat ini semakin canggih serta mengalami peningkatan penggunaan selama era pandemi Covid-19, khususnya pada perbankan dan keuangan. Namun, dibalik kemajuan teknologi tersebut, terdapat sisi lain yaitu dampak negatif yang biasanya dikenal dengan istilah cyber threats. Pasalnya serangan cyber threat juga semakin canggih sehingga perlu ditingkatkan juga terkait keamanan para pengguna.

Cyber threats dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab dengan memanfaatkan celah teknologi untuk kepentingan pribadi yang merugikan orang lain. Untuk itu, dalam menghadapi keamanan siber tersebut, terdapat 4 pilar penting yang harus diperhatikan dalam digital transformation, yaitu dari sisi tata kelola, strategi koordinasi teknologi, implementasi keamanan, serta fungsi-fungsi kerja dalam organisasi.

Dalam pemaparannya, Indra Permana Rusli, selaku Brand Technical Specialist IBM Security Indonesia menyampaikan bahwa penerapan teknologi saat ini berimbang dengan peningkatan cyber threat, semakin canggih teknologi yang dikembangkan, semakin kreatif juga tipe penyerangannya.

Dalam laporan IBM Security X-Force Threat Intelligence Index 2022, berdasarkan data riset tahun 2021, dilaporkan terdapat 3 tipe penyerangan yang seringkali kita temukan yaitu ransomware, phishing, dan data attacks. Terjadi penurunan persentase sebanyak 2 poin jika dibandingkan dengan data pada tahun sebelumnya, dari angka 23% menurun menjadi 21%. Penurunan angka tersebut merupakan hasil dukungan enforcement dari pemerintah melalui regulasi dan juga dikarenakan adanya peningkatan perhatian masyarakat terkait pentingnya pengamanan informasi. Dalam riset yang sama disebutkan bahwa dengan persentase sebanyak 41%, phishing merupakan jalur masuk yang seringkali digunakan dalam penyerangan siber.

Dalam usaha memperkuat keamanan siber untuk melindungi perusahaan dari jenis penyerangan yang semakin canggih, perusahaan harus selalu dapat menerapkan kontrol keamanan yang tepat mengikuti tren dan standar teknologi yang ada. Dikembangkanlah konsep kerangka kerja Zero Trust yang ditujukan sebagai guidelines dalam melindungi data yang ada di perusahaan kita. IBM Indonesia memiliki kerangka kerja tersendiri yang dikembangkan dari konsep tersebut, yang disebutnya sebagai IBM Security Shield. Terdiri dari 4 domain yakni Align, Protect, Manage dan Modernize. Guardium sendiri merupakan salah satu bagian solusi dari IBM Security (Protect) yang berfokus pada penerapan Data Security, yang diharapkan mampu memenuhi 5 hal terkait pengamanan data, yaitu pada proses Discover, Protect, Analyze, Respond, dan Comply.

Diawali melalui proses discover terkait data yang disimpan dan digunakan di pusat data, kemudian melalui proses protect dengan activity monitoring terhadap data-data penting, lalu dapat diterapkan aturan siapa saja yang dapat mengakses dan apa saja yang bisa diakses di dalamnya. Dengan dibangunnya konsep rangka kerja zero trust, diharapkan dapat melindungi terkait data-data pribadi untuk menghindari pencurian data yang dapat merugikan para pengguna.

Transformasi digital perbankan semakin gencar, namun regulator maupun perbankan masih harus menghadapi kejahatan siber yang semakin meningkat setiap tahunnya. Chief Information Security Officer Bank Mandiri, Saladin D. Effendi di seminar yang sama mengatakan, digitalisasi yang terus berkembang dalam memberikan kenyamanan para nasabah, tentu dibarengi dengan ancaman risiko serangan. Hal tersebut tentu harus diantisipasi oleh perbankan.

Menurutnya, ada tiga ancaman kejahatan siber teratas global 2022, jejak digital organisasi modern yang terus berkembang mendorong tren keamanan siber, yaitu social engineering dan ransomware, identity dan access control attack, serta supply chain attack.

“Dalam kasus social engineering dan ransomware, sebenarnya yang banyak terjadi adalah orang-orang jadi sering klak-klik gara-gara kerja di rumah. Sebanyak 47% ternyata terjebak pada phishing email yang diklik, jadi mengaktifkan ransomware. Kemudian ransomware dari 2020 ke 2021 itu meningkat 435%, karena sekarang sudah ada service-nya yang bisa di-download, bisa diambil, bisa nyerang. Ini yang jadi threat nomor satu, threat keduanya itu identity dan access control attack, dan threat ketiga itu supply chain attack,” jelasnya.

Setiap sektor perekonomian saat ini memang tidak lepas dari ancaman kejahatan siber. Di Indonesia sendiri, BSSN mencatat jumlah serangan siber di Indonesia selalu naik tiap tahunnya. Di sepanjang 2021 lalu, anomali trafik atau serangan siber yang tercatat mencapai 1,63 miliar, naik 3 kali lipat. Sudah sepatutnya setiap institusi, terutama sektor keuangan berhati-hati akan bahaya ini. (*) Irawati/Khoirifa

Multipolar Technology Tawarkan IBM Guardium dan IBM Security QRadar XDR

Jakarta, TechnoBusiness ID  Proses bisnis yang semakin digital, jarak jauh, dan otomatis membutuhkan pengelolaan data yang besar, rinci, cepat, akurat, dan aman dari ancaman serangan siber. Karena itu, PT Multipolar Technology Tbk. (IDX: MLPT), anak perusahaan PT Multipolar Tbk. (IDX: MLPL), menawarkan dua solusi berupa IBM Guardium dan IBM Security QRadar XDR ke pasar Indonesia.

Jip Ivan Sutanto, Director Enterprise Application Services Business Multipolar Technology, menjelaskan IBM Guardium merupakan perangkat lunak Database Activity Monitoring yang mampu memproteksi data dan mempermudah monitoring aktivitas database dengan fitur yang lengkap dan powerful.

“Solusi ini dapat memonitor dan menjaga puluhan tipe Relational Database Management System [RDBMS] maupun non-RDBMS, di cloud dan on-premises, yang kemudian disajikan dalam satu-kesatuan report dan dashboard,” jelasnya.

Solusi IBM Guardium juga mempermudah pelacakan letak data rahasia yang tersimpan serta mengetahui apakah teknologi informasi dan database yang dipakai perusahaan memiliki celah keamanan, bugleak, dan semacamnya. Juga, untuk memantau aktivitas database dari berbagai sumber data dengan satu sistem pelaporan secara terintegrasi dan real-time.

Solusi IBM Security QRadar XDR

Pergeseran operasional bisnis dari sistem konvensional ke digital membuat data yang harus dibaca dan dianalisis oleh perusahaan semakin banyak. Masalahnya, dalam menjaga keamanan data masih banyak perangkat keamanan siber perusahaan yang berdiri sendiri-sendiri alias silo.

Tak terpantaunya akses ke jaringan perusahaan dari beragam perangkat, kurangnya kemampuan tim keamanan siber dalam menentukan prioritas penyelesaian ancaman, dan kompleksitas serangan yang sangat cepat berevolusi juga menjadi sederet tantangan lain dalam operasional bisnis perusahaan.

Teknologi Endpoint Detection and Response (EDR), Network Detection and Response (NDR), cloud, dan lain sebagainya yang berkembang pun tidak lantas bisa menyajikan seluruh data ke dalam satu dashboard tanpa menggunakan platform Security Information and Event Management (SIEM).

Untuk itu, IBM Security QRadar XDR menjadi solusinya. Jip Ivan mengatakan solusi IBM Security QRadar XDR yang dikembangkan oleh IBM membantu menggabungkan kemampuan teknologi EDR, NDR, SIEM, hingga SOAR menjadi satu-kesatuan alur kerja yang komprehensif.

Solusi tersebut menghubungkan informasi dan menjalankan fungsi secara otomatis atas bantuan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI), sehingga suatu kejadian dapat direspons dan ditangani oleh tim teknologi informasi perusahaan dengan cepat.

“IBM Security QRadar XDR unggul karena didukung teknologi open source yang memungkinkan interoperabilitas dan kolaborasi antar-sistem keamanan, fleksibel, serta dapat dikembangkan dan diintegrasikan dengan ribuan perangkat lunak IBM App Exchange dan IBM X-Force Exchange,” ungkap Jip Ivan.

IBM Security QRadar XDR Suite memiliki lima modul produk utama, antara lain QRadar SIEM yang dengan kemampuan User Behavior Analytics (UBA)-nya secara otomatis mengidentifikasi dan menganalisis potensi ancaman dari dalam perusahaan secara real-time sehingga cukup waktu dan data untuk merespons ancaman.

Kedua, QRadar NDR; Modul pendukung QRadar SIEM untuk mendeteksi dan menganalisis informasi jaringan yang terdiri dari beberapa produk seperti QRadar Network Insights (QNI), QRadar Network Threat Analytics (QNTA), dan DNS Analyzer.

Ketiga, QRadar SOAR; Modul pendukung QRadar SIEM dengan fungsi Security Orchestration, Automation, and Response (SOAR) hasil akuisisi dari Resilient SOAR yang dapat diintegrasikan dengan QRadar SIEM sebagai bentuk respons dan otomasi dari insiden yang terdeteksi.

Keempat, QRadar XDR Connect; Modul baru yang mencakup manajemen kasus, investigasi otomatis, pencarian terpadu, dan threat hunting di berbagai security tools yang terintegrasi dengan threat intelligent sebagai basis AI.

Kelima, EDR ReaQta; Modul baru yang memanfaatkan AI dengan performa tinggi untuk secara otomatis mendeteksi dan memblokir ancaman yang ditemukan pada endpoint.

Jip Ivan mengatakan semua perusahaan di era digital wajib mengelola dan menjaga keamanan datanya. “Karena itu, perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat menghubungi Multipolar Technology agar bisa menggunakan solusi IBM Guardium dan IBM Security QRadar XDR untuk itu,” tambahnya

 

Multipolar Technology Usung Solusi IBM Guardium dan IBM Security QRadar XDR ke Pasar Indonesia

INDOPOS.CO.ID – PT Multipolar Technology Tbk (IDX: MLPT), anak perusahaan PT Multipolar Tbk (IDX: MLPL) yang berperan sebagai mitra dalam mendukung pengembangan teknologi digital perusahaan di berbagai sektor, mengusung dua solusi security sekaligus, yakni IBM Guardium dan IBM Security QRadar XDR, ke pasar Indonesia.

Proses bisnis digital yang amat bertumpu pada data menjadikan pengelolaan big data cukup penting bagi perusahaan. Konsekuensinya, semakin banyak data pribadi yang turut dikelola sehingga membutuhkan jaminan kerahasiaannya.

Untuk itu, solusi IBM Guardium dan IBM Security QRadar XDR diperlukan untuk mempermudah pengelolaan dan menjaga keamanan data perusahaan. Sebagaimana diketahui, proses bisnis yang semakin digital, jarak jauh, dan otomatis membutuhkan pengelolaan data yang besar, rinci, cepat, akurat, dan aman dari ancaman.

Director Enterprise Application Services Business Multipolar Technology, Jip Ivan Sutanto mengatakan IBM Guardium dihadirkan sebagai perangkat lunak (software) Database Activity Monitoring yang mampu memproteksi data dan mempermudah monitoring aktivitas database dengan fitur yang lengkap dan powerful.

“Solusi ini dapat memonitor dan menjaga puluhan tipe Relational Database Management System [RDBMS] maupun non-RDBMS, di cloud dan on-premises, yang kemudian disajikan dalam satu-kesatuan report dan dashboard,” jelasnya dalam sebuah seminar yang diselenggarakan oleh Infobank di Jakarta, Selasa (17/5).

Solusi IBM Guardium juga mempermudah pelacakan letak data rahasia (confidential) yang tersimpan serta mengetahui apakah teknologi informasi dan database yang dipakai perusahaan memiliki celah keamanan, bug, leak, dan semacamnya.

Kelebihan dari solusi IBM Guardium lainnya adalah dapat memantau aktivitas database dari berbagai sumber data dengan satu sistem pelaporan secara terintegrasi dan real-time.

Solusi IBM Security QRadar XDR

Pergeseran operasional bisnis dari sistem konvensional ke digital membuat data yang harus dibaca dan dianalisis oleh perusahaan semakin banyak. Masalahnya, dalam menjaga keamanan data masih banyak perangkat keamanan siber perusahaan yang berdiri sendiri-sendiri alias silo.

Bukan hanya itu, tak terpantaunya akses ke jaringan perusahaan dari beragam perangkat, kurangnya kemampuan tim keamanan siber dalam menentukan prioritas penyelesaian ancaman, dan kompleksitas serangan yang sangat cepat berevolusi, menjadi sederet tantangan lain dalam operasional bisnis perusahaan.

Teknologi Endpoint Detection and Response (EDR), Network Detection and Response (NDR), cloud, dan lain sebagainya yang berkembang pun tidak lantas bisa menyajikan seluruh data ke dalam satu dashboard tanpa menggunakan platform Security Information and Event Management (SIEM).

Untuk itu, IBM Security QRadar XDR menjadi solusinya. Jip Ivan mengatakan solusi IBM Security QRadar XDR yang dikembangkan oleh IBM membantu menggabungkan kemampuan teknologi EDR, NDR, SIEM, hingga SOAR menjadi satu-kesatuan alur kerja yang komprehensif.

Solusi tersebut menghubungkan informasi dan menjalankan fungsi secara otomatis atas bantuan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI), sehingga suatu kejadian dapat direspons dan ditangani oleh tim teknologi informasi perusahaan dengan cepat.

“IBM Security QRadar XDR unggul karena didukung teknologi open source yang memungkinkan interoperabilitas dan kolaborasi antar-sistem keamanan, fleksibel, serta dapat dikembangkan dan diintegrasikan dengan ribuan perangkat lunak IBM App Exchange dan IBM X-Force Exchange,” ungkap Jip Ivan.

IBM Security QRadar XDR Suite memiliki lima modul produk utama, antara lain QRadar SIEM yang dengan kemampuan User Behavior Analytics (UBA)-nya secara otomatis mengidentifikasi dan menganalisis potensi ancaman dari dalam perusahaan secara real-time sehingga cukup waktu dan data untuk merespons ancaman.

Kedua, QRadar NDR; Modul pendukung QRadar SIEM untuk mendeteksi dan menganalisis informasi jaringan yang terdiri dari beberapa produk seperti QRadar Network Insights (QNI), QRadar Network Threat Analytics (QNTA), dan DNS Analyzer.

Ketiga, QRadar SOAR; Modul pendukung QRadar SIEM dengan fungsi Security Orchestration, Automation, and Response (SOAR) hasil akuisisi dari Resilient SOAR yang dapat diintegrasikan dengan QRadar SIEM sebagai bentuk respons dan otomasi dari insiden yang terdeteksi.

Keempat, QRadar XDR Connect; Modul baru yang mencakup manajemen kasus, investigasi otomatis, pencarian terpadu, dan threat hunting di berbagai security tools yang terintegrasi dengan threat intelligent sebagai basis AI.

Kelima, EDR ReaQta; Modul baru yang memanfaatkan AI dengan performa tinggi untuk secara otomatis mendeteksi dan memblokir ancaman yang ditemukan pada endpoint.

Jip Ivan mengatakan semua perusahaan di era digital wajib mengelola dan menjaga keamanan datanya. “Karena itu, perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat menghubungi Multipolar Technology agar bisa menggunakan solusi IBM Guardium dan IBM Security QRadar XDR untuk itu,” tambahnya