DI TENGAH krisis pangan berkepanjangan yang melanda Jepang pasca Perang Dunia II, Tojuro Iijima memulai usahanya sebagai penyedia roti berkualitas tinggi di bawah bendera Yamazaki Baking. Dalam kurun waktu lebih dari enam puluh tahun, Yamazaki Baking berkembang menjadi perusahaan modern yang didukung teknologi tinggi, 18.000 karyawan, dan 27 pabrik di Jepang. Skala bisnis yang relatif besar dikarenakan produsen roti nomor satu di Jepang itu telah melebarkan sayap bisnisnya ke sembilan negara, di antaranya Hong Kong, Thailand, Taiwan, Amerika Serikat, dan Indonesia. Beroperasi penuh di Indonesia sejak November 2o1.4, Yamazaki Indonesia memproduksi aneka jenis roti bertekstur sangat lembut di pabriknya yang berlokasi di Delta Mas, Cikarang, Bekasi. Produsen roti bemerek Myroti itu mendistribusikan produknya yang mengusung kualitas Jepang dan kelezatan ke lima ribu toko di area Jabodetabek, Sukabumi, dan Bandung. Kehabisan Kapasitas Simpan Kelembutan yang khas, pilihan aneka jenis, dan rasa roti yang cocok di lidah konsumen lokal membuat MyRoti diterima hangat di pasar Indonesia. Hal itu terlihat dari transaksi yang meningkat dari hari ke hari. Sementara itu, perluasan area distribusi juga dilakukan. Semula hanya di kawasan Jabodetabek, kini produk Myroti sudah menjangkau Bandung dan Sukabumi. “Dan tahun ini kami akan hadir di Cirebon,” ujar Untung Rohwadi, IT Head, Yamazaki Indonesia. Hal ini tentu berdampak pada penambahan jumlah distributor. Pertumbuhan bisnis yang positif tersebut ternyata berdampak pada infrastruktur teknologi Yamazaki Indonesia, terutama di sisi kapasitas penyimpanan data dan kecepatan pemrosesan. Untung Rohwadi mengisahkan, pada tahun 2o17 perusahaan mulai kehabisan kapasitas di storage untuk menyimpan data-data transaksi selama empat tahun yang sudah menyentuh angka 6,5 TB atau 7o% dari kapasitas total. Volume data meningkat cepat, padahal sistem penyimpanan yang sudah digunakan sejak tahun 201.4 itu belum memiliki kemampuan deduplikasi dan kompresi yang baik.
Walhasil, perusahaan mulai menemui berbagai kendala. Misalnya, sinkronisasi data penjualan dari lima ribu gerai memakan waktu berjam-jam, padahal kecepatan pemrosesan data dibutuhkan untuk mendukung proses produksi yang juga dituntut berjalan cepat mengingat produk Yamazaki Indonesia memiliki batas masa kedaluwarsa. Ketika Yamazaki berniat memperbarui sistemnya, lagi-lagi menemui hambatan. “Kami pakai perangkat yang mereknya sudah tidak ada lagi di Indonesia,” cerita Untung Rohwadi. Akibatnya, perusahaan tidak mungkin mengandalkan vendor yang lama untuk memperbarui perangkat. Mau tak mau, perusahaan harus membeli perangkat baru untuk mengatasi berbagai isu tersebut. Jaminan Kelangsungan Produk “Sejak pertengahan tahun 2017 kami sudah berencana mengganti server karena kami sudah mulai kehabisan kapasitas storage, yang saat itu sudah mencapai tujuh puluh persen.” Untung mengisahkan. Setelah melalui proses investigasi yang melibatkan beberapa vendor, Yamazaki Indonesia memilih solusi hyperconverged HPE SimpliVity. “Kami memilih solusi dari HPE karena mengingat pengalaman kami dengan server sebelumnya, vendornya tutup sehingga kami bingung mau bagaimana,” ujar Untung. Nama HPE yang disebutnya masih established sampai sekarang dan tentu menjadi jaminan atas kelangsungan produk-produknya. Pemilihan Multipolar Technology sebagai implementor dalam proyek ini juga didasari alasan yang sama; karena jaminan nama yang sudah tepercaya. Dari sisi teknologi, kapabilitas, dan fitur, menurut Untung, SimpliVity dipandang dapat memberikan keuntungan yang lebih jika dibandingkan dengan solusi sejenis dari vendor lain dalam kisaran anggaran yang sama. Misalnya, storage yang sudah sepenuhnya menggunakan SSD akan berpengaruh signifikan pada kecepatan. “Dan yang jelas, solusi ini menggunakan VMware yang sudah kami gunakan juga, sehingga kami tidak perlu belajar lagi dari awal,” Untung menambahkan. Proses implementasi dilakukan bertahap dan berlangsung selama tiga hari pada Oktober 2018. Proses ini harus direncanakan secara matang mengingat kinerja sistem dapat berpengaruh terhadap kinerja produksi. Waktu migrasi dipilih saat proses akunting sudah selesai karena pada saat itu volume transaksi juga sudah berkurang. “Kami tentukan bahwa kami hanya bisa implementasi selama 2×24 jam sistem off. Malahan, dari manajemen sebenarnya minta hanya ix24 jam,” jelas pria yang hobi mendaki gunung itu. Proses implementasi berjalan cukup singkat. Hari pertama dan kedua digunakan untuk melakukan pengecekan dan pemasangan perangkat serta setup konfigurasi perangkat. Barulah pada hari ketiga, tim TI Yamazaki melakukan migrasi total sistem dan data. “Kami mulai migrasi jam 8 malam, jam 12 siang keesokan harinya sebagian besar sudah dimigrasikan,” ceritanya lagi. Pangkas Waktu Sinkronisasi Data Memanfaatkan kemampuan real-time deduplication, kompresi, dan optimalisasi, Yamazaki Indonesia dapat meningkatkan kecepatan pemrosesan dan efisiensi penyimpanan data. “Saat ini kami memiliki storage yang kapasitasnya bisa mengkover kebutuhan kami hingga lima tahun ke depan. Kami masih punya ruang simpan sekitar 80% dari kapasitas total, dengan volume data yang empat kali lipat dari data kami selama empat tahun,” papar Untung. Proses sinkronisasi data dapat berjalan lebih cepat. “Dulu, kami upload data (ke sistem ERP) butuh waktu tiga sampai empat jam. Sekarang, cukup satu jam,” jelas Untung. Proses ini dimulai dari mengunduh data penjualan dari ratusan ribu transaksi di toko pada jam tujuh pagi selama lima belas menit. Kemudian, data diunggah ke sistem ERP. “Sebelum jam delapan pagi sudah selesai, jadi jam delapan sudah bisa diolah,” ujarnya. Sementara untuk fasilitas backup, perusahaan juga menikmati kecepatan. Menurut Untung, proses backup dan restore data sebesar 50o GB dilakukan dalam waktu sekitar lima detik. “Dulu, kami bisa satu jam melakukan backup,” tuturnya.