TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) bahkan menyebut selama 2023 terjadi trafik anomali serangan siber hingga lebih dari 403 juta kali dan 103 insiden kebocoran data pribadi.
Serangan siber itu terbanyak menyasar institusi pemerintah, diikuti sektor teknologi informasi dan komunikasi, keuangan, transportasi, energi, dan kesehatan.
Jumlah serangan itu diyakini bakal terus meningkat setiap tahunnya sehingga mendorong pemerintah akhirnya menerbitkan Undang-undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP).
Pelaku industri yang melibatkan data pribadi pengguna dalam usahanya, seperti perusahaan keuangan dan perbankan, asuransi, telekomunikasi, kesehatan, ritel, transportasi e-commerce, media dan hiburan, dan pendidikan, wajib memberikan perlindungan data pengguna sesuai peraturan di dalam undang-undang tersebut.
Setelah masa transisi dari penerbitannya di Oktober 2022, undang-undang itu akan segera berlaku efektif mulai Oktober 2024 nanti.
Praktisi bidang Keamanan Data, Achmad Fakhrudin mengatakan, jika data yang dikelola bocor, perusahaan sebagai pemroses data pribadi siap-siap menerima sanksi, mulai dari peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan pemrosesan data pribadi, penghapusan atau pemusnahan data pribadi, hingga denda administrasi.
“Masalahnya, tidak semua perusahaan siap dengan pemberlakuan undang-undang tersebut lantaran pengelolaan datanya belum terstruktur alias masih amburadul,” katanya saat seminar Data Privacy in the Digital Era: Safeguarding Your Data and Ensuring Compliance with Indonesia’s PDP Law yang diadakan multipolar technology di Bali belum lama ini.
Dalam upaya memenuhi tuntutan UU PDP, ada baiknya perusahaan memanfaatkan solusi kepatuhan privasi data (data privacy compliance), salah satunya solusi security yang memberikan perlindungan data pribadi secara komprehensif berbasis Artificial Intelligence (AI) dan Machine Learning (ML) yang fokus pada otomatisasi dan verifikasi kepatuhan terhadap UU PDP.
“Solusi ini membantu perusahaan mengelola dan melindungi data sensitif, memitigasi risiko, dan mempertahankan kepatuhan terhadap peraturan yang terus berkembang melalui inovasi yang didukung oleh teknologi AI,” katanya.
Ada beberapa keunggulan yang dimiliki oleh solusi securiti yang mengidentifikasi data sensitif, baik yang terstruktur maupun tak terstruktur; menyederhanakan permintaan subjek data (seperti koreksi atau penghapusan); meminimalisasi risiko atas pengelolaan data privasi; mendeteksi potensi pelanggaran data pihak ketiga; hingga memastikan pengolahan data pribadi berdasarkan persetujuan yang valid.
Harus dipahami juga bahwa tingkat keamanan data perusahaan saat ini mesti lebih tangguh dari sebelumnya mengingat sistem aplikasi antar-institusi saling terkoneksi berkat teknologi Application Programming Interface (API).
Semakin luas koneksi aplikasi perusahaan ke ekosistem API, semakin besar pula pintu ancaman keamanan siber yang kemungkinan diterima.
Noname security yang dibangun dengan fondasi Artificial Intelligence mampu menekan risiko serangan siber seperti pencurian data, manipulasi, dan sejenisnya tanpa perlu memodifikasi apa pun pada infrastruktur operasional bisnis. Jika terjadi insiden, solusi ini sanggup memperbaikinya 100 kali lebih cepat.
Artinya, solusi ini bisa meningkatkan keamanan siber tanpa harus mengorbankan kecepatan. Juga, yang tak kalah penting, dapat membantu perusahaan terhindar dari sanksi regulator akibat kebocoran data.
Selain lalu lintas ekosistem API, tren bekerja secara hybrid (hybrid working) yang melibatkan multi-perangkat seperti laptop dan smartphone dengan koneksi internet berbeda-beda juga menjadi pemicu banyaknya celah kebocoran data perusahaan.