Merdeka.com – Era digital menuntut perusahaan perbankan di Tanah Air berlomba-lomba melakukan digitalisasi layanan memanfaatkan teknologi komputasi awan (cloud computing). Sayangnya, penerapannya masih terkendala kompleksitas, operasional yang terpisah-pisah (silo), dan biaya mahal.
Karena itu, dibutuhkan solusi yang memungkinkan teknologi cloud mampu berjalan dengan baik di sistem perbankan yang ada. Caranya, mengubah aplikasi yang sebelumnya bersistem monolitik ke aplikasi cloud-ready. Untuk itu, langkah awal yang harus dilakukan adalah mempersiapkan infrastruktur yang lebih cloud-ready, sebelum menyiapkan aplikasinya.
Yohan Gunawan, Director Hybrid Infrastructure Services Business PT Multipolar Technology Tbk, menyatakan banyak infrastruktur dan platform yang memudahkan penerapan aplikasi cloud-ready di perbankan. Antara lain, Red Hat OpenShift, Nutanix Private Cloud, dan Google Cloud.
Red Hat OpenShift merupakan platform kontainer konsisten (consistent container platform) yang memudahkan pengelolaan dan modernisasi aplikasi yang ada dan menghadirkan aplikasi baru.
“Ibarat mesin mobil, platform kontainer aplikasi Red Hat OpenShift dapat berjalan di infrastruktur cloud apa pun,” kata Yohan di seminar bertema “Cloud-Ready Banking” di Jakarta, Selasa (14/6).
Menurutnya, platform kontainer aplikasi Red Hat OpenShift memungkinkan perbankan menjalankan aplikasi di infrastruktur pilihan yang dirasa paling tepat, baik itu on-premise, public cloud, private cloud, maupun hybrid cloud, tanpa harus memodifikasi aplikasi lebih dulu. Dalam deployment-nya pun tidak membutuhkan downtime. Alhasil, perbankan dapat terus berinovasi dan go-to-market lebih cepat tanpa mengganggu layanan pelanggan.
Jika platform kontainer aplikasi Red Hat OpenShift seperti mobil, maka Nutanix Private Cloud dan Google Cloud adalah infrastruktur jalannya. Meski sama-sama menjadi infrastruktur bagi platform kontainer aplikasi, antara Nutanix Private Cloud dan Google Cloud memiliki karakteristik berbeda, yang dapat dipilih sesuai kebutuhan perusahaan perbankan atas fungsi aplikasinya.
Nutanix Private Cloud mirip seperti infrastruktur jalan di perumahan yang bersifat privat atau terbatas, hanya untuk mobil penghuni yang diizinkan lewat. Dengan begitu, pergerakannya menjadi lebih bebas plus kebijakan dan kontrol sepenuhnya di sisi pengguna. Karena hanya platform kontainer aplikasi milik perusahaan perbankan tertentu yang bisa berjalan di 1-2 jalur infrastruktur tersebut.
Sementara Google Cloud, kata Fiertra Cahya, Cloud Technology Manager Multipolar Technology, diumpamakan seperti infrastruktur jalan tol, yang mana semua mobil diperbolehkan lewat asal membayar sesuai tujuan dan jarak.
Artinya, infrastruktur milik Google itu bisa menampung banyak dan beragam platform kontainer aplikasi perbankan melalui 6-8 lajur jalan bebas hambatan, sehingga mampu melayani lebih banyak dan mempercepat waktu perjalanan. Karena bersifat lebih terbuka, biayanya pun lebih murah. Bahkan tanpa investasi awal.
Menurut Fiertra, proses setup platform kontainer aplikasi pada Google Cloud juga cukup cepat, sekitar lima menit.
“Dari sudut pandang keamanan siber, tidak perlu diragukan lagi, karena dijamin sertifikasi dan kepatuhan tingkat dunia yang lengkap, didukung tools terbaik dan ribuan teknisi sekuriti andal selama 24/7. Saya rasa tertinggi di dunia dan pasti memenuhi kebutuhan perbankan,” ujarnya.
Untuk diketahui bahwa perlunya penggunaan infrastruktur dan platform kontainer aplikasi demi mengimplementasi aplikasi cloud-ready oleh perbankan di Indonesia direspons Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Upaya itu masuk dalam Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan, yang diluncurkan regulator tersebut pada akhir Oktober lalu.